Diposkan pada Experience, MindTalk

Cerita Plus-Plus

Tulisan ini diberi judul demikian, karena setelah dibaca-baca kembali, cukup banyak kata-kata plus yang bertebaran di tulisan ini. Hehehe.

Kemarin itu hujan dari pagi sampai malam. Saya ke kampus seperti biasa. Ke lab seperti pagi-pagi sebelumnya. Dan belajar kanji buat tes hari itu dari buku kanji yang sengaja saya tinggal di lab juga seperti pagi-pagi sebelumnya.

Selesai kelas bahasa Jepang siang itu, tidak seperti hari kamis sebelumnya, saya kembali ke lab di siang hari. Habisnya hujan masih mengguyur, plus kelas jam 13.20 dibatalkan, plus saya belum bikin PR mengarang buat kelas komposisi jam 15.10, plus saya lapar, plus lagi ngga ada teman yang biasa makan bareng, plus kalau numpang makan di kantin ngga enak karena lagi rush hour, plus bento saya ketinggalan di lab (ini sih yang paling utama. Hehe..). Sebelum tiba di lab, saya sudah berencana untuk mencoba microwave di lab. Lumayan, buat sekedar menghangatkan makanan. Setibanya di sana, ternyata beberapa anggota lab juga berencana menghangatkan bekal makan siang mereka. Sambil menunggu giliran, anggota lab yang ngantri (termasuk saya) ngobrol-ngobrol di depan microwave. Lebih banyaknya sih saya bicara dengan terbata-bata dan mereka menunggu (sambil menebak-nebak saya ini ngomong apa kayaknya. Haha).

Dari hasil ngobrol-ngobrol tersebut, saya jadi tahu kalau ternyata di tiap lantai gedung tempat lab saya berada disediakan common room yang bisa digunakan untuk tempat makan siang maupun berdiskusi dan diajaklah saya kesana (sepertinya sih begitu, kalau saya nggak salah tangkep :P). Yah, daripada saya makan sendirian di meja saya, plus beresiko ngotorin meja sendiri, plus menurut saya makan rame-rame itu menambah nafsu makan, jadi ya saya ikut saja.

Selagi makan, seperti kita (orang Indonesia J ) kalau lagi makan bareng, mereka juga makan sambil ngobrol. Mengomentari bento orang lain, hingga sampailah kepada seorang anggota lab, sebut saja oknum M (nyebut namanya juga kayaknya ngga apa-apa sih, mereka ngga akan baca ini.. hihihi..) yang membawa susu kotak dengan tulisan katakana カルシウム atau dibaca ka-ru-si-u-mu. Sebagai orang yang masih belajar, saya pun mencoba mengeja tulisan tersebut. Setelah sempat salah baca sebagai karesiumu yang saya pikir ada hubungannya dengan kareshi (a.k.a pacar hahaha..), maka saya pun bertanya “ka-ru-si-u-mu itu apa?” anggota lab yang kebetulan lagi ada di situ pun menjelaskan dengan bahasa sehari-hari mereka plus aksen kansai pula. Melihat saya yang tidak mengerti, mereka pun berusaha menjelaskan dengan bahasa tubuh. Mulai dari mengeraskan tangan ala binaraga, hingga entah bagaimana ceritanya sampai ke pramugari (yang kemudian saya ketahui sama sekali tidak ada hubungannya dengan si ka-ru-si-u-mu itu). Dan sesaat sebelum handphone oknum D yang duduk di depan saya mengeluarkan hasil pencarian mbah google, samar-samar saya mendengar tentang kesehatan, susu, dan zat-zat yang baik dalam tubuh dari oknum H dan I yang berada di sebelah oknum D, “jangan-jangan…” pikir saya,

“Calcium?” celetuk saya. “Sou, sou, sore wa yo..” (bener, bener, itu maksudnya) mereka pun menarik nafas lega, (ya ampun.. maafkan kelemotan saya ya.. heuheu..)

“Eigo de dou iu desu ka?” (emang kalau bahasa inggris nyebutnya gimana?) tanya oknum I yang lain yang duduk di sebelah saya dan selama 15menit berikutnya sampai saatnya kembali ke lab, pembahasan tentang pronounciation si ka-ru-si-u-mu itu pun berlanjut.

Iya, saya akui, salah saya juga tidak segera menyadari tulisan tersebut. Sudah hampir tiga bulan disini, baca katakana aja masih terbata-bata. Hehe.. Anehnya, mereka kok bisa sabar ya menunggu dan mendengarkan saya berbicara terbata-bata dengan susunan grammar yang kacau abis ini. Pernah saking kacaunya, akhirnya ada yang jujur mengatakan “saya nggak ngerti maksud kamu.” Hahaha..

Sebagai orang yang tidak sabaran, bagi saya itu sudah suatu yang luar biasa. Iya, kalau saya berada di posisi mereka mungkin saya akan menghindar saja daripada emosi nungguin orang  ngomong plus mencerna maksud kata-katanya pula. Hehehe..

Dari ngobrol-ngobrol selama makan tersebut, saya juga jadi mengetahui kalau yang masih tinggal dengan orang tua biasanya bawa bekal dari rumah; kalau ada juga yang disiapin sama pacarnya. Kayaknya sih gitu, habis dia nyebutin deto a.k.a nge-date, jadi saya ambil kesimpulan saja kalau itu disiapin pacarnya saat mereka nge-date kemudian disimpan di dalam kulkas. Yah, maklum saja, bahkan dengan bahasa sendiri saja daya tangkap saya kadang suka melenceng dari yang dimaksud si pembicara. Hehehe..

Dari situ saya juga jadi merasa kalau mereka ini baik karena memang baik. Dan itu membuat saya berpikir, sayang juga ya, orang-orang baik kayak gini tidak mendapatkan hidayah. Sayang saja, kalau orang-orang yang di masa muda-nya ini saja (rata-rata masih berusia awal 20-an tahun) sabarnya minta ampun, jika pada akhirnya sia-sia.

Mungkin sama seperti paman Rasulullah SAW, sebaik apapun beliau, se-bagaimana-pun beliau membela Nabi SAW, pada akhirnya Allah lah yang menentukan siapa yang diberi dan tidak diberi hidayah.

Penulis:

To many special things to talk about... =p

9 tanggapan untuk “Cerita Plus-Plus

  1. Eh ternyata orang Jepang sabar-sabar ya? Kalo di kantor, orang Jepangnya suka nungguin saya ngejelasin sampe selese tanpa memotong meskipun mereka pengen sih kayaknya. Tapi orang Jepang kan bahasa Inggrisnya juga ga bagus ya, jadinya malah bingung mereka yang sabar nungguin saya ato mereka yang bingung nyusun kata-kata buat ngerespon saya. Hehehe.

    Pas belajar bahasa Jepang kemaren, dibagian katakana saya coba pronounce dg bahasa inggris dulu baru saya tulis dengan katakana cara pengucapan itu. Dan ternyata bener loh jawabannya. Hihihi.

Tinggalkan komentar