Diposkan pada Experience, Japan and Japanese

Persiapan Kembali ke Indonesia (Part II)

Kembali lagi di postingan tentang pindahan dari Jepang. Kali ini saya akan melanjutkan kisah tentang penentuan nasib barang-barang sebelum balik ke Indonesia, dan lanjutan hal-hal yang sifatnya birokratif yang sebenernya sih ngemalesin tapi harus dilakukan demi bisa pulang dengan lega. Hahaha.

–   Di buang

Membuang sampah di Jepang kayaknya udah terkenal dengan ribetnya, ya! Masing-masing kota biasanya punya kebijakan yang berbeda.

Di kota Kobe tempat saya tinggal dulu,  untuk sampah rumah tangga pembuangan dibagi menjadi sampah terbakar yang dikumpulkan dua kali seminggu, sampah tidak terbakar yang dikumpulkan sekali dalam dua minggu, begitu juga baju, kertas, dan kardus bekas. Sedangkan sampah botol beling, PET bottle dan kaleng dikumpulkan sekali semingg. Wadah plastik dan stirofoam juga dikumpulkan sekali seminggu.

Jadwalnya biasanya berbeda untuk tiap ward (setingkat kecamatan). Sebagai contoh di ward saya jadwalnya setiap Senin dan Kamis untuk sampah burnable; hari Selasa untuk sampah plastik dan wadah stirofoam; hari Rabu untuk sampah botol beling, PET bottle, dan kaleng; hari Jumat minggu kedua dan keempat untuk sampah unburnable; dan hari Sabtu minggu pertama dan ketiga untuk baju, kertas, dan kardus bekas. Untuk yang terakhir ini, kebijakan bisa berbeda bahkan ditingkat chome (selevel RW kali ya? 😛), karena tidak seperti sampah lainnya, sampah jenis ini dikumpulkan oleh pihak swasta. Biasanya sih dari perusahaan daur ulang yang ditunjuk warga. Jadi untuk lebih jelasnya, bisa dikomunikasikan dengan owner apato, ya! 😊 Karena adanya jadw al tersebut, sistem pembuangan memang lebih teratur.

Selain itu, peraturannya juga menuntut agar sampah-sampah selain sampah burnable harus dibuang dalam keadaan bersih, bebas dari sisa makanan maupun minuman berwarna dan ber-rasa. Kadang kalau sedang males ribet, akhirnya banyak juga yang membuang sampah wadah plastik bekas makanan ke dalam sampah burnable. Yah… kadang memang rasa malas mengalahkan rasa cinta terhadap lingkungan 🙈 *tutup muka* *sendirinya kadang suka gitu*

Untuk kota Kobe, masing-masing jenis sampah ada plastik pembuangnya sendiri. Jangan harap sampah akan diangkut kalau plastiknya tidak sesuai jenis dan hari pembuangan. Nah, ukuran plastik ini terdiri dari 15, 30, dan 45 liter. Barang yang tidak muat di plastik ini, dihitung sebagai sampah ‘besar’, yang cara pembuangannya lebih ribet lagi.

Pembuangan sampah besar ini bisa melalui jasa yang khusus menerima barang-barang tidak terpakai. Biasanya hitungannya per mobil box atau truk yang digunakan. Sayangnya, untuk barang-barang elektronik dan kompor ada tambahan biaya lagi, Itu pun bisa 10.000 JPY per item. Ya keleus ngebuang barang aja bisa habis berjuta-juta rupiah… 😑

Tapi kalau kamu males ribet dan pengen tinggal tau beres, mungkin bisa dicoba. 😬

Saya sendiri setelah googling sana-sini menemukan website yang menyediakan katalog perusahaan-perusahaan jasa pindahan di Jepang. Termasuk jasa bersih-bersihnya, mulai dari membersihkan AC sampai membersihkan (dan menyingkirkan) barang-barang yang nggak perlu di rumah. Sayangnya nggak ada jasa membersihkan kenangan. Padahal siapa tau bermanfaat buat kamu yang susah move-on. Kekekek.

Website-nya ada di sini. Dalam Bahasa Jepang, sih. Tapi bisa lah kalau mau pake Google Translate. Hehehe.

Sedangkan kalau mau yang lebih murah, dari City Hall juga menyediakan jasa membuang barang besar dengan harga jauh lebih murah. Kebijakannya mungkin berbeda untuk tiap kota. Tapi di kota Kobe kita harus menelepon bagian khusus penyedia layanan tersebut. Kemudian, petugas akan mengecek di mana tempat pembuangan sampah terdekat dan menyebutkan harga yang harus dibayar serta tanggal pembuangan. Biayanya mulai dari 300 sampai 1200 JPY per item, tergantung besarnya.

Sayangnya tidak termasuk pembuangan barang elektronik yang besar seperti kulkas dan mesin cuci. Lebih genggeus-nya lagi, tanggal pembuangan bisa memakan waktu 1-2 minggu terhitung sejak kita menelepon dan waktu pembuangan juga dibatasi hanya sampai jam delapan pagi! 😑

Waktu itu saya membuang sofa bed, kursi lipat, dan gitar. Untuk kursi dan gitarnya sih bisa diangkut sendiri, tapi buat sofa bed berukuran double (lebih gede dari single tapi lebih kecil dari queen size) plus dipannya dari stainless steel, badan saya yang kecil, dan kamar yang berada di lantai tiga gitu, hanya keajaiban yang bisa membuat saya mengangkutnya sendiri… Tentu saja, keajaibannya nggak datang, tapi alhamdulillah ya… ada bala bantuan yang berbaik hati membantu pagi-pagi buta, di hari kerja pula! Terima kasih, yaa… 😊

Oh iya, kalau boleh saya menyarankan, berdasarkan pengalaman pribadi dan khususnya untuk sampah yang dibuang sekali dalam dua minggu, lebih baik mengambil kepindahan saat hari pembuangan sampah yang jumlahnya paling banyak tapi hari pembuangannya paling jarang.

Waktu itu sampah saya banyak semuaaaa…. Hahahaha…

Akhirnya, untuk baju, kertas, dan kardus bekas saya buang ke RW sebelah yang tanggal pembuangannya paling dekat dengan tanggal kepindahan. Untuk sampah tidak terbakar, berhubung kering dan tidak berbau, saya beranikan diri minta tolong Mbak Ratih yang menerima lungsuran barang untuk sekalian membuangkan. Alhamdulillah, beliau bersedia.

Sedangkan empat plastik ukuran 45 liter sampah terbakar, saya bawa sekalian ke rumah keluarga Raka dan saya buang pagi-pagi di hari keberangkatan saya yang berbarengan dengan hari pembuangan sampah burnable.

Alhamdulillah yaa… soal buang-membuang sampah ini bisa beres juga… fiuhhh…

–   Dijual

Sebenarnya lebih ideal lagi kalau barang-barang tersebut bisa dijual. Sayangnya tidak semudah itu, Ferguso! Menjual barang bekas di Jepang kadang banyakan bikin sakit hati aja. Udah dibelinya murah, banyak syaratnya pula!

Untuk barang elektronik, second hand shop biasanya hanya mau menerima yang usianya di bawah lima tahun. Sedangkan untuk produk pakaian dan aksesorisnya, kadang mereka ngasih harga yang bikin pengen ngelempar barang ke muka petugasnya aja! Gimana nggak, baju-baju musim dingin, dibeli dengan menguras tabungan terus dihargai sepuluh yen saja. Membuang waktu dan tenaga untuk perjalanan dan menunggu aja! Waktu tunggu pengecekan barangnya bisa sampai satu jam pula! Belum lagi kalau yang ke tokonya dengan kendaraan. Membuang uang buat bensin atau ongkos aja! Grr…

Putus kontrak air, listrik, gas, internet, telepon, dan kartu kredit

Saat masuk ke apato, kita biasanya harus menghubungi perusahaan listrik, air, dan gas untuk menghubungkan saluran ketiganya sehingga bisa digunakan di apato yang baru kita sewa. Tentu saja saat keluar pun kita akan diminta menghubungi kembali untuk pemutusan kontrak. Tenang, semuanya bisa dilakukan via telepon, kok.

Pemutusan kontrak bisa dilakukan seminggu sebelum hari terakhir penggunaan. Untuk pembayaran biaya terakhir, ada yang menitip dibayarkan oleh kenalan yang masih menetap, ada pula yang menyiapkan sejumlah uang di dalam rekening tempat autodebet tagihan, tentu aja untuk yang terakhir rekening tersebut tidak bisa ditutup. Dibiarkan saja. Tapi tenang, perbankan di Jepang tidak mengenal biaya administrasi. Jadi nggak perlu khawatir uang kita akan berkurang gara-gara biaya admin. Meskipun begitu, hampir nggak ada bunganya juga sih. Eh, apa itu karena uang saya nggak seberapa, ya? Nggak masuk jumlah yang pantas buat dikasih bunga. Hahaha.

Saya sendiri memilih untuk membiarkan rekening JP Post tempat saya mendaftar autodebet segala jenis tagihan. Jadi nggak terlalu pusing memikirkan gimana bayar tagihan air, listrik, dan gas.

Untuk telepon sendiri, pemutusan kontrak baru saya lakukan dua jam sebelum boarding pesawat menuju Indonesia! Hahaha. Yah, gimana atuh… namanya juga butuh… daripada jadi fakir kuota. Ribet buat nyari jalan, nyari info ini-itu, bahkan buat manggil taksi ke bandara juga harus pakai HP, kan!

Awalnya sih, karena berniat balik lagi, ditambah lagi akun WA dan LINE saya sign-up dengan menggunakan nomor tersebut, saya ingin membiarkan saja. Ditambah lagi ada informasi bahwa dengan provider lain kita bisa me-reserve nomor tersebut. Maklum, nomor di Jepang biasanya di daur ulang. Kalau nggak di-reserve bukan tidak mungkin suatu saat WA atau LINE kita jadi error karena ada orang lain yang juga me-registrasi nomor tersebut.

Tapi sayangnya, provider yang saya gunakan tidak ada layanan tersebut. Memang sih, dari awal saya sempat sebel dengan provider ini. Layanan purna jualnya sangat tidak professional untuk ukuran perusahaan Jepang. Emang dah ada harga ada rupa. Murah sih. Tapi… ya gitu deh… Jadilah, saya putuskan saja kontraknya. Mengenai pembayaran juga mirip untuk kasus air, dll di atas. No problemo! Hihihi.

Sampai sekarang saya masih belum pindah nomor untuk akun WA dan LINE. Yang WA sih nggak terlalu khawatir. Orang Jepang mah hampir nggak ada yang pake WA. Lagipula migrasi nomor di WA kelihatannya simple (nggak tau, belum nyoba, dan belum tertarik nyoba). Tapi untuk LINE, messenger utamanya orang Jepang, saya masih khawatir. Meskipun begitu, kok ya tetap saja malas mengutak-atik. Biarin deh, buat sementara kayak gini aja. Dan berdoa supaya nomor saya nggak didaur ulang dan dipakai orang lain untuk sign-up LINE.

Sedangkan untuk internet, berhubung saya diminta untuk mengirimkan kembali router milik provider, jadi saran saya sebaiknya menghubungi pihak provider dua minggu sebelum hari penggunaan terakhir. Jadi ada waktu buat jaga-jaga siapa tahu kit pengembalian router datangnya lama.

Pengembaliannya sendiri bisa dilakukan di kantor pos atau di convenience store yang ditunjuk. Tenang… tidak dikenakan biaya, kok!

Bagaimana dengan kartu kredit? Saya pernah cerita tentang CC di Jepang di postingan yang ini. Lagi-lagi, karena berniat kembali ke Jepang, saya tidak menutup CC dan rekening tempat autodebet pembayaran. Sampai sekarang masih saya gunakan untuk pembayaran online seperti untuk tiket dan akomodasi. Untuk yang lain, karena pernah gagal transaksi, jadi jarang saya pakai deh.

Ganti alamat (kantor pos)

Untuk yang pindahnya masih di sekitar Jepang, Japan Post menyediakan layanan pengiriman ke alamat yang baru untuk satu tahun. Kita tinggal mengisi kartu pos formulir yang bisa diperoleh di kantor pos terdekat dan mengirimkannya melalui kotak surat yang tersedia.

Layanan ini tidak berlaku kalau pindahannya ke luar Jepang. Tapi, petugas pos biasanya akan menyarankan untuk memberikan alamat kenalan yang masih tinggal di Jepang buat jaga-jaga siapa tau ada surat penting.

Notifikasi keluar dari Jepang untuk penghentian pembayaran medical insurance

Setiap orang yang tinggal di Jepang, baik itu orang Jepang asli atau orang asing, wajib ikut asuransi kesehatan yang disediakan pemerintah. Biaya per bulannya tergantung penghasilan. Dana yang dikumpulkan digunakan untuk membiayai program kesehatan salah satunya pengurangan biaya konsultasi dokter dan obat menjadi 30%-nya saja. Biaya ini hanya untuk pengobatan. Jadi bagi yang pengen oplas di Jepang, sayang sekali nggak di-cover asuransi. Hihihi.

Biaya yang kita keluarkan per bulan akan terus ditagih dan ditarik (kalau pembayaran diset secara autodebet) sampai kita memasukkan surat pemberitahuan keluar dari Jepang.

Surat keterangan ini bisa dibuat di ward office. Kita hanya perlu mengisi formulir, menunggu kurang lebih 10-15 menit (tergantung banyaknya antrian juga sih kayaknya), dan menyerahkannya ke bagian 国民健康保険 (dibaca: kokumin kenkou hoken) atau National Medical Insurance. Beres, deh! Seingat saya sih tidak dikenakan biaya. Kalaupun ada biaya kayaknya cuma biaya nge-print yang nggak sampe 500 JPY.

Bisa jadi kebijakannya berbeda untuk daerah lain, jadi sila konsultasikeun dengan kantor kecamatan ward office terdekat, ya… 😊

Notifikasi kepulangan ke Kedubes atau Konjen Indonesia di Jepang

Nah, sama seperti setelah kedatangan di Jepang, kepulangan juga katanya harus dilaporkan ke perwakilan pemerintah Indonesia di Jepang. Tergantung daerah yuridiksi-nya. Berhubung saya tinggal di daerah Kansai, saya diharuskan melapor ke KJRI di Osaka.

Karena masih berencana kembali ke Jepang, saya sendiri masih belum melakukannya, sih. Hehehe. 🙈

Lagi pula, saya cek ke website KJRI di sini, kok nggak ada lagi laman pelaporan, ya? Hmm, mohon informasinya buat yang lebih ngerti, ya…🙏


Secara garis besar, persiapan kembali ke Indonesia bisa dilihat di info-graphic di bawah ini. Semoga bermanfaat, ya… 😊

Penulis:

To many special things to talk about... =p

Satu tanggapan untuk “Persiapan Kembali ke Indonesia (Part II)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s