Sudah bulan Juli. Di Jepang biasanya bulan ini adalah bulan sibuk-sibuknya untuk yang akan lulus di akhir September. Mulai dari sibuk menyiapkan syarat-syarat kelulusan, sampai ke persiapan kepulangan ke Indonesia. Yang akhirnya memutuskan menetap di Jepang juga tetap akan sibuk, sih! Intinya mah yang mana pun, bakal sibuk sama pindahan! Huehehe.
Saya kurang tau gimana proses persiapan kepulangan untuk negara lain. Tapi kalau untuk Jepang sendiri, khususnya untuk mahasiswa, persiapan kepulangan biasanya harus disambi dengan persiapan kelulusan. Mulai dari pre-defense, presentasi, sampai ujian akhir, biasanya dilakukan sampai sebulan sebelum kepulangan. Setelah itu, mungkin baru bisa deh fokus nyiapin pindahan.
Oke, deh, saya coba bikin poin-poin yang sebaiknya dilakukan berdasarkan urutannya, ya… Ini berdasarkan pengalaman pribadi dan observasi dari para senpai yang udah pulang duluan.
Dan ternyata, setelah menuliskannya jadinya tulisan dengan lebih dari tiga ribu kata. Makdarit, tulisan ini saya pecah jadi dua bagian. Biar nggak capek bacanya. Hihihi.
Putus kontrak tempat tinggal
Baik di dorm maupun di apato (sebutan untuk apartment di Jepang, tapi percayalah penampakannya kebanyakan jauh dari image apartment yang ada), biasanya sudah harus putus kontrak beberapa waktu sebelum hari-H kepindahan.
Putus kontrak ini biasanya melalui agen. Saya sendiri menggunakan Able sebagai agen dan diminta untuk menyerahkan berkas putus kontrak sebulan sebelumnya. Sebenarnya nggak bisa disebut berkas juga, sih. Karena data tersebut hanya ditulis di selembar kartu pos yang ternyata, saat pertama kali menerima dokumen kontrak penyewaan, di dalamnya sudah disertakan juga selembar kertas dengan bagian yang bisa disobek dan berfungsi sebagai kartu pos pengajuan pemutusan kontrak.
Saya sih datang langsung ke agen terdekat di mana apato sewaan saya terdaftar. Berhubung saya males baca nggak ngecek dulu, jadi weh langsung ke Able-nya aja. Nggak apa-apa deh, sekalian olahraga.
Halah, gaya benerrr… padahal cuma 2km dari rumah plus dengan sepeda pula! Wkwkwk.

Oh iya, saran saya, ambil tanggal kontrak berakhir paling lambat dua hari sebelum tanggal penerbangan. Soalnya, melihat pengalaman yang mengeset tanggal pas dengan tanggal keberangkatan, sebagian besar pada keteteran dengan beberes dan pengecekan akhir.
Yoi, sebelum pindah, pihak agen (dan/atau pemilik apato) akan melakukan pengecekan akhir kondisi apato yang kita sewa. Kalau kondisinya tidak sesuai dengan di awal, maka kita akan di-charge biaya perbaikan. Untuk yang sudah menyerahkan uang deposit di awal, biaya perbaikan akan diambil dari sana. Syukur-syukur biayanya nggak melebihi uang yang di-deposit-kan.
Sedangkan untuk yang biaya sewa di awal tanpa uang deposit, ya siap-siap harus merogoh kocek di akhir untuk membayar biaya perbaikannya. Seperti saya yang harus membayar 8000 JPY hanya gara-gara bekas selotip di pintu😑
Untung owner-nya baik, jadi didiskon seribu deh. Lumayan, buat bayar ongkos kereta. Hehehe.
Kembali ke pembahasan mengenai tanggal berakhirnya kontrak, dengan mengambil jeda waktu dua hari, selain untuk jaga-jaga kalau-kalau ada yang harus dilengkapi, juga untuk bernapas sejenak, setelah jungkir-balik dengan barang-barang. Apalagi kalau kamu seperti saya yang sumber anxiety utamanya kalau barang banyak! Hahaha… nggak elit banget, ya? Biarin deh, cukup itu aja sumber yang bikin saya sesak napas. Kalau bisa malah pengennya dihilangin aja. Walaupun barang seabrek bisa tetap nyantei kayak di pantei, gituhh… Hehehe.
Memang bisa jadi nambah biaya penginapan lagi, sih. Tapi ku lebih baik keluar duit dari pada masuk rumah sakit! Huee…
Beruntungnya, saya dapat tumpangan menginap dua malam di rumah keluarga Raka, sebelum jadwal penerbangan ke Tokyo. Alhamdulillah, yaa… Terima kasih sudah membantu, insyaAllah akan dibalas olehNya. 😊
Barang-barang
Ngomong-ngomong tentang barang-barang, mayoritas apato sewaan di Jepang biasanya dalam kondisi kosong. Sebagian besar sudah menyediakan AC dan kadang-kadang ada juga yang sudah dilengkapi kompor di kitchen set-nya, entah itu kompor listrik jadul, IH, sampai kompor gas. Lebih jarang dari pada yang menyediakan AC sih tapi.
Kalau dormitory biasanya sudah full-furnished, tinggal menyiapkan sandang dan pangan serta alat-alat penyedia pangan *alat masak maksudnya 🤪*. Sayangnya, biasanya diprioritaskan hanya untuk yang baru datang dan tidak lebih dari satu tahun.
Kembali ke apato, awal masuk kita harus menyiapkan semuanya sendiri. Mulai dari perlengkapan tidur, barang elektronik, deesbe, deeste, tergantung kebutuhan dah pokoknya! Ada yang beli baru, ada juga yang menunggu lungsuran dari senior yang akan kembali ke Indonesia.
Iya, kebanyakan mahasiswa atau pekerja Indonesia di Jepang yang akan kembali ke negaranya, memilih melungsurkan barang-barangnya. Habisnya, di sini mah mau buang barang pun harus bayar. Bayarnya nggak murah pula! Huhuhu.
Jadi prosesi lungsur-melungsuri ini sebenarnya sebuah simbiosis mutualisme. Yang menerima senang karena kebutuhannya akan ‘perlengkapan hidup’ terpenuhi, yang melungsurkan juga senang karena kebutuhannya akan ‘melepaskan’ terpenuhi. Huehehe.
Idealnya sih begitu. Sayangnya, default kehidupan itu adalah ‘tidak ideal’. Jadi mari kita siapkan diri dengan membuat plan B terkait barang-barang saat pindahan. Beberapa pilihannya:
– Di kirim kembali ke Indonesia
Ada beberapa pilihan untuk mengirimkan barang ke Indonesia. Bisa dengan jasa kargo Pak Ruswan (langganannya mahasiswa Indonesia di Jepang, nih!), mengirimkan via kantor pos, atau bisa juga dengan menggunakan NICE Cargo.
Buat kamu yang barangnya buanyaaak, mengirimkan melalui Pak Ruswan akan jauh lebih murah. Sayangnya, waktu tibanya juga lebih lama. Ditambah lagi, kelengkapan dokumennya harus disiapkan jauh-jauh hari, plus harus mengirimkan sendiri ke tempat yang telah ditentukan pada waktu yang telah ditentukan pula.
Via kantor pos juga bisa. Terutama untuk yang barangnya hanya 1-3 kardus saja. Sama seperti kantor pos di Indonesia, kantor pos Jepang juga melayani jasa pengiriman barang ke luar negeri. Biayanya dihitung berdasarkan jumlah panjang, lebar, tinggi paket, atau berdasarkan berat, tergantung mana yang lebih besar. Pengiriman melalui pos ini enaknya bisa dilakukan kapan saja, kita bisa memilih harga sesuai dengan lamanya ETA paket, dan kita bisa minta petugasnya menjemput ke rumah kita.
Sayangnya, beberapa orang yang sudah berpengalaman, pengiriman dengan pos beresiko terkena biaya tambahan dari bea cukai setibanya di Indonesia. Biaya tak terduga kayak gini tuh ngemalesin banget, ya! Untuk lebih jelasnya bisa disimak ceritanya Mbak Ira di sini.
Saya sendiri waktu itu pakai jasa NICE Cargo, dengan pertimbangan barang saya sedikit (yang dikirim hanya satu kardus saja kaka…😝) dan belum pernah mendengar ada yang kena biaya cukai tambahan. Pihak kargo tersebut juga akan mengirimkan jasa jemput barang dengan Sagawa tanpa biaya tambahan!
Meskipun tidak se-fleksibel kantor pos, tapi berbeda dari jasa kargo Pak Ruswan yang tersedia hanya dua kali setahun (setiap akhir semester), NICE Cargo menyediakan jasa pengiriman setiap bulannya. Dokumen yang dibutuhkan juga bisa diisi dan di-submit secara online. Customer service-nya bisa dihubungi melalui message FB Page-nya dan cukup komunikatif dan sangat membantu, lho! Duh, bahasa saya promosi abis, yak! Ngelamar jadi agen NICE Cargo aja kali, ya? Wkwkwk.
Tahapan pengiriman dengan NICE Cargo yang saya lakukan adalah sebagai berikut:
- Siapkan paket yang akan dikirim, paket hanya boleh berisi barang pribadi (bukan barang komersil), dimasukkan ke dalam kardus, atau bisa juga storage box yang terbuat dari plastik. Oiya, dengan koper juga bisa. Tapi tidak boleh dikunci karena nanti semua paket yang masuk akan diperiksa. Jadi kopernya dilakban dengan selotip bening saja.
- Isi formulir secara online di sini dan siapkan fotokopi halaman pertama passport, fotokopi visa, dan fotokopi residence card, masukkan ke dalam amplop dan beri tulisan “SHOMEI” di bagian luarnya. Di formulir ini juga kita diharuskan mengisi form booking kurir yang akan menjemput paket. Jadi jangan lupa diisi, ya… 😊
- Pengemasan paket dilakukan dengan melakban seluruh bagian paket menggunakan selotip bening, jadi siapkan saja minimal 1 buah selotip bening per kardusnya.
- Biaya paket dihitung: Volume [cm3] x 0.117 JPY, biaya minimum 7000 JPY dan ada tambahan untuk tujuan pengiriman di luar pulau Jawa. Oh iya, untuk berat maksimum paket, sepertinya tergantung kemampuan kurir Sagawa yang akan menjemput dan mengantarkan paket ke gudang NICE. Karena di web-nya NICE disebutkan maksimal 20-30 kg, tapi paket saya sendiri jauh melebihi 30 kg. Mungkin saat itu saya sedang beruntung, kurir yang datang sebelas-dua belas sama Hercules. Hahaha.
- Kurir akan menjemput paket, kita diminta untuk mengisi formulir chakubarai atau COD. Tenang, pihak NICE yang akan membayar, kok! Kita tidak dibebankan biaya tambahan. Oiya, kalau beruntung, kita bisa mendapatkan form yang sudah diisi oleh pihak kurir. Jadi kita hanya perlu menyerahkan paket saja.
- Setelah itu, pihak NICE akan mengirimkan e-mail pemberitahuan bahwa barang sudah diterima dan diperiksa (lengkap dengan fotonya!), serta total biaya yang harus dibayarkan.
- Pembayaran dilakukan dengan transfer ke rekening yang ditunjuk.
- Tinggal tunggu barang sampai di tujuan, deh!
Oh iya, Saya sendiri karena sesuatu dan lain hal, saat paket sudah di Indonesia (tapi belum dikirimkan ke alamat), mengirimkan request perubahan alamat. Karena alamat yang baru letaknya di luar pulau Jawa, jadi ada biaya tambahan. Terus, parahnya lagi, ternyata saya kelupaan mengirim biaya sebelumnya. Sepertinya gegara pusing dengan urusan pindahan, urusan bayar-membayar jadi kelupaan 🙈
Untung aja tetap diangkut sampai ke Indonesia. Kalau pengirimannya sih, tetap dilakukan setelah pembayaran terkonfirmasi lunas. Hahaha.
– Di promosikan di grup moving-out sale/giveaway
Selain itu, banyak juga yang menjual atau melungsurkan di grup moving-out sale/giveaway yang ada di FB Terutama untuk barang-barang elektronik yang kalau dibawa ke Indonesia juga kemungkinan besar tidak terpakai. Voltase-nya beda, cyinn… Saya sendiri berhasil melungsurkan kulkas, mesin cuci, dan microwave oven di grup ini. Serta barang-barang perintilan lainnya yang kalau dikumpul bisa jadi 3 kardus gede juga.
Ada juga sih yang saya jual dengan harga super murah, yang penting berhasil dienyahkan dari pandangan aja pokoknya, mah! Salah satunya pressure cooker yang saya peroleh dari menukar poin Yodobashi. Saya jual 1500 JPY saja! Terus, pas udah kejual, saya cek harga aslinya, ternyata sampai 20ribuan juga. Padahal punya saya itu baru dipake 2-3 kali, jadi masih terlihat baru. Pantes aja pas saya post nggak nyampe lima menit udah laku. Padahal itu saya post-nya jam 12 malam, lho! Tau gitu mending dimahalin dikit lagi, ya! Hahaha.
Oh iya, melungsurkan atau menjual di grup multinasional gini mesti siapin hati juga. Yah, namanya aja bertransaksi dengan orang nggak dikenal. Kelakuannya kadang suka ‘ajaib’. Sorry for stereotyping, tapi berasanya tuh warga negara tertentu suka menumpuk barang gratisan dan warga negara suatu wilayah nun jauh di sana (di mana hayoo? 😝), suka out of focus, malah berakhir flirting. Ya masa pas barang yang saya tawarkan nggak sesuai ekspektasi, terus ujung-ujungnya malah nanya “Can we know each other more?”
Oke deh, sampai di sini dulu, ya… Di part II saya akan melanjutkan tentang ‘mau diapakan’ barang-barang yang seabrek-abrek sebelum balik ke Indonesia, plus hal-hal yang berhubungan dengan putus-memutus hubungan air, listrik, etc.
Sampai jumpa besok~😘
2 tanggapan untuk “Persiapan Kembali ke Indonesia (Part 1)”