Diposkan pada Experience

Part-time Work Di Jepang

Sepertinya, belakangan saya mem-posting hal yang ‘ga jelas’ melulu, padahal akan lebih baik kalau yang ditulis itu hal yang bermanfaat kan, ya? Hmm.. Baiklah, akan saya coba untuk memperbanyak tulisan yang lebih bermanfaat. Walaupun nggak janji, tulisan ‘geje’-nya juga ikut berkurang. 😛

Terinspirasi dari tulisan Bapaknya Dek Anggit, saya juga jadi ingin menulis tentang Arubaito a.k.a kerja part-time di Jepang. Berhubung di link di atas kayaknya sudah sangat jelas menjabarkan tahapan-tahapan yang mungkin dilalui, saya akan menulis tentang pengalaman saya ber-arubaito-ria saja. Saya ber-arubaito semester genap yang lalu. Saat itu ditawari oleh Bu Nares yang sudah terlalu sibuk. Kerjanya mengajar privat bahasa Indonesia untuk karyawan sebuah perusahaan yang akan buka cabang di Jakarta.

Awalnya sempat nggak pede sih. Ya iyalah, bahasa Jepang saya masih acak-acakan gini, disuruh ngajarin orang dari nol itu kan ‘sesuatu’ sekali. Tapi karena berbagai pertimbangan, akhirnya saya terima juga.

Jadi perusahaan yang merekrut saya itu, bukan perusahaan ecek-ecek. Mereka sangat profesional di bidang privat bahasa. Dan perusahaan itulah yang akan mempertemukan calon pengajar dan yang akan diajar. Karena ini hubungannya antar perusahaan, dengan kata lain, saya akan bekerja di bawah naungan perusahaan. Mereka menuntut profesionalisme dari saya. Kesannya berat sih, tapi yah dicoba saja lah ya.

Sebagai tahap awal, saya dites dulu. Tes mengajar di depan karyawan perusahaan tersebut. Setelah dianggap layak, saya diberi tutorial singkat dan beberapa hari kemudian dipertemukan dan langsung mengajar.

Namanya saja mengajar karyawan, tentu saja usianya jauh di atas saya. Awalnya grogi juga sih. Apalagi orang sini kan tata kramanya saklek banget. Jadi sejak awal saya sudah bilang kalau bahasa Jepang saya masih lebih rendah dibandingkan anak TK. Untungnya, tidak ada pihak yang keberatan.

Meskipun usia saya jauh di bawah, namanya orang Jepang, sangat menghormati profesi pengajar. Saat diawal kelas, beliau selalu bilang “Yoroshiku onegaishimasu” (artinya semacam “mohon bimbingannya”) dan Terima kasih diakhir pertemuan.

Awalnya malah saya mau dipanggil ‘sensei’, tapi berhubung panggilan itu kok rasanya berat pisan, jadi saya bilang, panggil ‘Hicha’ saja. Dan tentu saja, orang sini secara reflek menggunakan ‘-san’.

Di jadwal saya harusnya mengajar tiga kali seminggu. Tapi berhubung murid saya sibuk dengan persiapan pembukaan perusahaan tersebut di Jakarta, jadi beliau sering bolak-balik business trip ke Jakarta. Malah pernah dalam satu bulan saya hanya mengajar enam jam saja.

Mengajarnya benar-benar mulai dari nol. Diawali dengan pengenalan huruf, kalimat-kalimat sapaan sehari-hari, dan kata-kata yang sering digunakan sehari-hari. Baru berikut-berikutnya mulai ke tata bahasa. Berhubung sudah ada buku panduan dari perusahaan yang menaungi, jadi saya tinggal mengikuti saja. Ditambah improvisasi dikit-dikit lah. Hehe.

Meskipun begitu, beliau ini sungguh-sungguh belajarnya. Entah karena tipikal orang sini atau memang tipikal beliaunya yang serius dalam hal belajar, yang pasti beliau selalu memperhatikan dan bahkan membuat sendiri catatan kata-kata yang dihubungkan ke bahasa Jepang sehingga akan lebih mudah diingat. Jadi untuk percakapan basic sehari-hari, saya yakin beliau tidak akan bermasalah.

Saat mengajar itu, saya baru menyadari, ternyata bahasa Indonesia itu susah euy. Meskipun sudah menjadi native language saya, tetap saja kadang-kadang saya mikir, “iya juga ya, ini gimana ngajarinnya ya??”. Tapi asik juga sih, jadi kayak mengasah lagi kemampuan berbahasa Indonesia. Yah, dipikir-pikir selama ini kan kita lebih sering memakai bahasa Indonesia yang tidak sesuai kaidah. Sedangkan untuk mengajar ini, saya harus mengajarkan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tapi walaupun begitu, kadang-kadang saya kasih tau juga, ungkapan-ungkapan yang tidak sesuai kaidah tapi sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Beliau kan sebenarnya justru akan menggunakan bahasa Indonesia untuk kehidupan di luar kantor yang jauh dari kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kalau saat di kantor sih, katanya masih tetap menggunakan bahasa Inggris atau bahasa Jepang.

Meskipun ceritanya saya yang jadi pengajar, tapi sebenarnya saya juga banyak belajar dari beliau. Nggak cuma belajar bahasa Jepang, tapi juga tentang kehidupan di Jepang. Termasuk diantaranya dunia kerja dan kehidupan sosial.

Sekarang sih sudah tidak mengajar lagi. Beliau juga sudah beberapa bulan di Jakarta. Kalau membandingkan sarana dan prasarana di sini, nggak kebayang bagaimana pendapatnya tinggal di Jakarta. Haha.

Dan saya juga sudah tidak mengajar lagi dan belum tahu suatu saat akan mengajar lagi atau tidak. Yah, kalau ada rejeki lagi juga nggak akan kemana ini kan ya.. 😀

Penulis:

To many special things to talk about... =p

9 tanggapan untuk “Part-time Work Di Jepang

  1. lagi blogwalking, nemu blognya hicha deh (gantian), hihi.
    btw hic, nanya dong itu perusahaan apaan yg di jakartanya?
    tertarik #eh ;p

    1. eh ada ditchan 😛
      yang di jakarta-nya mah perusahaan elektronik biasa. nggak menerima guru privat mengajar bahasa indonesia secara langsung, harus dibawah perusahaan yang lain. hihihi..

      1. eh dijawab hichan..
        ya itu gpp perusahaan elektroniknya aja. emang bukan apply buat jadi pengajar bahasanya kok :p hihihi..

  2. Kalau dibandingkan dgn English, saya malah lihatnya bhs Indonesia lebih simple ya struktur/grammarnya. Gatau kalo dgn bhs Jepang — yg jadi pelajaran di SMA. Mungkin blogpost di atas bisa dielaborasi lebih lanjut dengan ngasi contoh.

    1. Kenapa malah nyasar ke sini? 😂

      Iya, sebenarnya lebih simple, sih… tapi tetap aja perbedaan antara pemakaian sehari-hari sama yg sesuai kaidah yg harus diajarkan bikin riweuh… 😅

Tinggalkan Balasan ke arditafanisa Batalkan balasan